Postingan

Sudahkah Kamu Merasa Benar-Benar Bebas?

Gambar
  Judulnya nemu gambar pas lagi overthinking. Mungkin pernyataan ini terdengar sarkas di usia peralihan remaja ke dewasa gue menyambut awal genap usia 20 an. Well, detik ini ngebuat gue sering bertanya-tanya, apasih kebebasan yang sesungguhnya? Apa kebebasan adalah ketika gue berhasil mencapai kesuksesan gue, tapi gue percaya keberhasilan bakal terus berubah sampai keberhasilan itu nggak ada artinya. At least, karena sifat manusia itu sendiri yang nggak pernah merasa puas dan selalu haus akan pencapaian, wajar gue bilang. Sesederhananya kata bebas menurut gue adalah ketika kita bener-bener bebas buat memilih. Memilih dalam arti, yaa memilih keputusan sendiri dan menanggung itu semua. Ngga usah jauh-jauh deh, sederhana keputusan gue buat merantau jauh ditanah timur   yang jaraknya ribuan kilometer dari kasur masa kecil gue buat “mencari jatidiri” alasan tepatnya. Orang-orang menyebutnya kuliah, namun gue rasa ini jalan yang sebenernya untuk membentuk entitas gue sebagai manusia juga

Bicara Harga Diri Perempuan: Jadi Matre Itu Perlu, Ladies!

Gambar
Ini cuma tulisan ringan, tapi bacanya agak berat eheehe. Makanya sekalian makan, slur! (Paket  Sejahtera tapi bukan promosi. Dok. Pribadi/ September 2023 ) Perjalanan ‘relationship’ pasti pernah dirasakan oleh setiap insan. Fitrahnya dimana kita hidup dan diciptakan untuk dapat hidup berpasang-pasangan. Ada hubungan yang berjalan dalam waktu singkat, ada juga hubungan yang bermuara hingga akad. Apalagi banyak juga hubungan yang terlanjur ambil nekad dan mati ditempat. Mengingat tak jarang banyaknya kasus kehamilan diluar pernikahan yang turut hadir merugikan kaum Perempuan itu sendiri. Dipertegas dalam data oleh Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022 menyebut angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 mencapai 40 persen dari jumlah kehamilan. Diantara banyaknya kasus merugikan tersebut, tak heran akan semakin meningkatkan kasus kemiskinan di sejumlah daerah, issue kesahatan mental, hingga penggangguran akibat ket

Memanusiakan Manusia: Buah bisa Jadi Guru Buat Lo!

Gambar
HUAHUAHUAHAHAHAHAHHAHA. Ngide darimana gue dapet ide buat tulisan judul beginian coba? Kalo bukan dari tekanan batin pastinya ga wkwkkwkw. Honestly sering kan lo lo pada jumpa with people modelan si keras kepala, si batu, si tuli, si bisu, si tipsen, ato si sekedar jawab salam doang di perkumpulan, room chat atopun lagi kerja bareng. Pernah lah pasti, manusia pasti ada aja interaksinya ya kan. Ga cuma mereka-mereka itu si, barangkali gue sendiri pasti pernah jadi modelan itu. Nah, yang mau gue bahas kali ini bukan tentang watak atau karakter people yang beranekaragam itu. Tapi yang mau gue bahas adalah sebuah 'cara' gimana maybe berguna buat lo yg baca supaya bisa survive dalam semua 'ketegangan' perkumpulan orang-orang itu. Walaupun gue juga masih tahap belajar, cmiiw. Sebelum itu, gue mau ngutip yang dikatakan 'ketegangan' sebenarnya dalam hidup wajar aja kita selalu dihadapkan dengannya. Namun, dalam konteks disini mungkin gue sekedar meluaskan perspektif bah

Per(T)empu(R)an: Bukan Identitas Semata

Gambar
Di tengah gempuran penolakan patriarkal yang begitu merongrong tarian di otak saya dalam krisis pencarian saya, huft. Rasa-rasanya gundah  dan dendam mewarnai bahwa pada akhirnya saya hanya ingin masuk bergabung menjadi pelaku utama dalam aksi patriarkal tersebut. Bukan untuk menjadi korban. Entah apa yang telah dibawa hawa untuk titisan anak dan kaumnya? Per(t)empu(r)an yang berakar dari kata 'gempur' kah? Rasa-rasanya saya ingin menangis, tapi itu bukan saya. Lantas apa itu Perempuan? Dengan kaumnya dan lidah menjatuhkan untuk sesamanya? Dengan kaumnya dan rasa tak mau kalah antar sesamanya? Dengan kaumnya dan sifat saling mengelabuhi kepada sesamanya? Naif. Saya kira yang salah dalam konsep mendunia adalah strukturnya, ternyata tidak juga. Kaum Marjinal punya strukturnya sendiri, Kaum feminis punya strukturnya sendiri. Begitu juga kaum patriarkal yang punya powernya sendiri. Hingga saya sadar, semua tidaklah begitu hina, melainkan lebih hina tentang cara masing-masing bagaim

Untuknya Yang Berusaha Sembuh

Gambar
Malam Dimana selalu kulangitkan harap Dimana tangis meredam Kuulangi Semoga kembali seperti semula Dimana kurindukan  ;Kebersamaan Di balik kata yang malu berbicara Di balik tangis yang tak mau digubris Di balik rasa yang jatuh tertunduk Di balik senyuman yang menyembunyikan arti Di balik tawa yang mennyumpah sedih Dan di balik hari-hari Yang kau dekap memori Yang kau lalui dengan tabah Yang kau ikuti dengan pasrah Dan akhirnya ku tau Apa yang selama ini menjadi bagian dari Kisah-kisah antikmu Lantas berkisah sendu Pelarian panjang kalian semua Pelarian tuk tegap melangkah Saat berjalan di arah samar Tersadar Setelah pelarian panjang yang aku dan kau lalui Kita hebat Melalui kenyinyiran yang ada Percayaku untuk semua Bahwa kita beruntung Telah berajalan sejauh ini Memahami semua yang terjadi ;Lucky for u Jadi pendengar seutuhnya?  Tidak tidak tidak. Pahami dulu nak, sang pendengar bukan berarti  mereka punya berjuta ruang hampa  tuk menampung segala kesahmu. Pendengar, mere

Untuknya Yang Tak Pernah Tergenggam

Gambar
Kiranya dibawah hembusan alur  Kita terpatri di dalam bingkai drama yang membuat kita jatuh tersungkur Sehingga kita pun akhirnya Kembali pada titik ukur ; Teruntuk langit  yang kembali menyapa hari ini Tak  lagi kan ku tiru Cukup jadi yang lagi ku membiru Sekian cukup rasa tabu ; Opia dan pena Biru Bungkan katedral pengintai yang sekarang butuh ruang hampa tuk bisa bernafas Lebih lama Lebih dalam Lebih mematikan dari biasanya Yang pecahan hitam bergeletuk Kini dengan goresan laut darah genggamanku ;Aku rebah pada rana depan mata Hilang kataku padamu  Tapi netra masih ingin temu Hilang bayang hadapku Tapi opia tak usai jadi semu Alhamdulillah Sang Kholiq Maha Tahu tiap harap dalam bisu Dan titipan-Nya Masih tertata satu-persatu ; Al-Azhom kala itu Pekat menanti Ada yang teruntuti Enggan isian terucapi Lantas kias kau garis tepi "Lama tak lagi bersua denganmu, Tuan Rasa",  sapanya. 77 kata, masih ku simpan dalam jemari 77 kata, jeram tertunduk sepi 77 kata, terpaut

Si Sepi: Sahabat Krisis Abadi

Gambar
Tengadah kali ini saya enggan merapalkan doa saya di penghujung teriakan suara kembang api itu ataupun bergantinya deret waktu dalam kaliberasinya. Apa kali ini kiranya Tuhan dapat menenangkan segala riuh dan kesunyiaannya dalam tiap kamuflase pelangi di setiap naskah jenaka saya?  Tidak, tidak, tidak nona. Tentu bukan kebijaksanaannya saya harus berwujud bak malaikat menjawab semua rapalan optimisme itu kali ini. Telak teganya dirasa adil bahwa tidak terlalu lamban ataupun bergerak cepat untuk menyadari semuanya kali ini. Ya, ternyata semua sesuai dengan perjalanannya.  potret penawar dalam candunya dimulai/ Mei 2022 Kalau saya urai, barangkali picik tertanyakan lantas apa yang sesuai?  Nada-nada itu tidak pernah absen untuk runtuh di sekitar penghabisan malam saya. Mereka terus-menerus bergelantungan menemani malam-malam hampa saya. Singkatnya, barangkali apa ini yang dikatakan dewasa? Proses menerima sunyi yang begitu merindu untuk dipeluk erat? Deret waktu yang akhirnya membawa say