Sudahkah Kamu Merasa Benar-Benar Bebas?

 

Judulnya nemu gambar pas lagi overthinking.

Mungkin pernyataan ini terdengar sarkas di usia peralihan remaja ke dewasa gue menyambut awal genap usia 20 an. Well, detik ini ngebuat gue sering bertanya-tanya, apasih kebebasan yang sesungguhnya? Apa kebebasan adalah ketika gue berhasil mencapai kesuksesan gue, tapi gue percaya keberhasilan bakal terus berubah sampai keberhasilan itu nggak ada artinya. At least, karena sifat manusia itu sendiri yang nggak pernah merasa puas dan selalu haus akan pencapaian, wajar gue bilang.

Sesederhananya kata bebas menurut gue adalah ketika kita bener-bener bebas buat memilih. Memilih dalam arti, yaa memilih keputusan sendiri dan menanggung itu semua. Ngga usah jauh-jauh deh, sederhana keputusan gue buat merantau jauh ditanah timur yang jaraknya ribuan kilometer dari kasur masa kecil gue buat “mencari jatidiri” alasan tepatnya. Orang-orang menyebutnya kuliah, namun gue rasa ini jalan yang sebenernya untuk membentuk entitas gue sebagai manusia juga makhluk bernafas yang ada di dunia ini, yaa gue punya ambisi, harapan dan target tentunya.

Lantas, apakah dengan gue berhasil merantau jauh dari Barat ke Timur membuat gue menjadi seorang yang bebas dalam arti yang sebebas-bebasnya? Ya nggak lah ferguso. Hari ini aja keluarga gue masih ngomongin “jangan pacarana ya, fokus kuliah ca!” . OMG, gue bukan anak umur 10 tahun yang kalo mau nyeberang to the poin loss tinggal nyebrang. So, this is the part that hurts me the most!. Yap, ternyata sepanjang perjalanan gue di detik ini. Perjalanan itu hanya mendewasakan pemikiran kita bukan pemikiran keluarga. Menyejahterakan jiwa kita dengan beragam pengalaman bukan juga menyejahterakan keluarga.

Percaya atau nggak percaya, barangkali arti kebebasan sendiri bagi setiap orang punya kadar dan value-nya yang berbeda yaa tergantung kondisi mereka berada pada saat membutuhkan kebebasan itu. Mungkin untuk saat ini kebebasan buat gue ketika berhasil meraih target hidup tanpa disetir sana-sini. Cukup simple tapi berat mamen.

Kadang juga gue punya pemikiran ekstrem, sering sih. Di dalam lingkup keluarga gue sering dicekokin dengan peran seorang Perempuan yang kodratnya harus menikah di umur yang  matang, harus bisa punya anak, harus sholehah, harus bisa beberes rumah, harus punya pekerjaan sampingan yang ngehasilin duit, harus serba-serba yang super serbaaaa daaah. Basi dude!

Anggep aja gambar orang lagi santai.

Bagi gue hidup adalah sebagai seorang  manusia tanpa mandang gender yaaa itu baru bisa dikatakan hak dan tentunya punya kewajiban yang sama juga. Gue jadi ingat beberapa curhatan di situs online dan keluhan dari sahabat gue sendiri, mereka merasa hidupnya untuk ambisi duniawi. Bukan untuk pilhannya sendiri.

Come on babe, berapa banyak pernikahan dini, berapa banyak kemiskinan, berapa banyak Perempuan yang kerjanya sebagai bawahan dan cukup rendah untuk lulusan setara Sarjana. Berapa banyak Perempuan yang akhirnya menyesal karena ngejadiin menikah adalah tujuan utama dalam hidupnya? Berapa banyak anak-anak yang merasa ga punya orang tua padahal orang tuanya masih hidup lengkap, yaa karena ga ada peran kasih sayang dan juga cara mendidik yang nonsense sama sekali sebagai orang tua.

Ngerti gaa maksud guee?

Sepanjang gue ngetik dan nulis ini garis merahnya adalah gue juga manusia, gue punya kelamin yang sama seperti laki-laki, gue punya suara yang bisa keras juga seperti laki-laki, gue juga punya tempat yang sama dan utama di cerita hidup gue, gue yang punya kendali!

Tanpa menyalahkan pola asuh yang dewasa banget dari orang tua gaya barat sana, dan masih menghargai pola asuh orang tua gaya timur di wilayah negara-negara bagian Timur tentunya. Yup, menyalahkan keadaan yang udah terjadi pun ga bakal ngebuahin hasil yang sepadan apalagi kalo berujung dendam. Gue dulu sering dan cukup capek, akhirnya salah satunya adalah let it be, make it be.

Maka, kesimpulan yang tepat adalah bebas dengan sama-sama punya basis waktu yang sama. Gue punya basis waktu untuk sukses yang sama, basis waktu untuk  mencoba segala hal baru yang sama, basis waktu untuk terus mengeksplor diri sampe waktu gue wafat dan hal hebat lainnya dari hasil tangan gue yang tak terdefinisikan.

Yang pasti gue sangat setuju banget dengan pernyataan, “Perempuan akan bebas dan Merdeka dengan pendidikan.Well sangat setuju! Butttt bangetttt! ini!

Lantas bagaimana dengan mereka yang terhambat dengan ekonomi untuk pendidikan tapi otaknya mumpuni? Yaa beasiswa lah. Gampang banget ngomongnya, cari info beasiswa juga perlu info update, bagi anak-anak Perempuan di daerah 3T sana yang susah sinyal gimana dude? Ya susah, kesempatan susah  bangettttt didapet, mau nggak mau mereka harus nurutin permintaan keluarga lewat pernikahan dini dengan upah mahar gede untuk keuntungan keluarga perempuannya aja dan akhirnya berujung kemiskinan. Hikss, miris kann?

Selain pendidikan ya itu, pilihan. Pilihan yang setara dan sama dalam hal apapun ya catat itu!

Dokumentasi reward pribadi habis ngurusin surat-surat dan pasport sebelum kepala dua.

Gue jadi inget masa kecil gue saat itu, gue pernah protes ke mamah gue yang maksa kerja tapi rumah sendiri ga diurusin, anak sendiri ga diurusin, beliau bela-belain kerja dan walaupun lelah dia amat sangat kelihatan Bahagia, itu dulu pas gue kecil dan sekarang, gue tau jawabannya. Emak gue dalam proses membentuk ruang privasi dan kebebasannya sendiri dan menurut gue itu pilihan dia yang terhambat oleh waktu muda dia dulu. Dia berhak punya pekerjaan, dia berhak hangout bareng temen-temennya, dia berhak berdaya dan punya relasi yang luas but orang-orang dengan gampang menaruh judge sebagai Perempuan yang tak bertanggung jawab. Paham kan poinnya dimana? Bahwa sejak awal Perempuan lahir, Perempuan tidak dibebaskan dari pilihannya sendiri. Apalagi yang ngaku-ngaku women empowerment women dibelakang juga ujung-ujungnya sering julid, upsss!

So, selama kalian hidup, kita sangat perlu punya mindset untuk bisa bebas dan keluar dari kerangkeng yang memasung usia kadaluarsa Perempuan ini. Keparat untuk semua patriarki! Fucking funny, sometimes beberapa Perempuan juga senang dengan mode kerangkeng patriarki ini.

Bebaslah untuk terus asah ilmu dan hobi kalian tanpa mandang umur apalagi ngeluh udah telat. Bebaslah bangun relasi dan personal branding bagi Perempuan apalagi yang ngaku-ngaku gabisa karena terhambat hubungan pernikahan dan anak, gue bilang bisaaa kok asal soal pasangan lu dapetnya yang supportif dan ga patriarki.

Dan yap, gue juga mau komen masalah ini. Banyak orang tua yang melarang anaknya untuk “pacaran” terlalu dekat dengan lawan jenislah atau sekedar pulang malem pun takutnya teriak-teriak sampe satu rt tau yang sering teriak tuh orangtuanya siapa, haduh.

Padahal, kunci untuk membuat anaknya berhasil menangani pasang surutnya apalagi komitmen di hubungan yaa tergantung seberapa tau dan paham dia tentang hubungan itu, dikekang terus gimana dia bisa belajar tentang semua keputusannya menjalin hubungan sama lawan jenis. Giliran anaknya ditinggal cerai, salah dapet pasang, diselingkuhin dkk nanti nyalahin anaknya pulak, padahal ini imbas dari kecilnya pemahaman komitmen sama filterisasi pasangan yang salah dan balik lagi ke pola asuh. Lucu deh.

Salam damai dari Surga di Tanah Timor

Indonesia emang negara berkembang yang belum tau  kapan bisa jadi negara maju, tapi jangan sampelah pemikiran kaum muda juga ga maju-maju dan cuma berkembang di seputaran usia yang disetir oleh ambisi duniawi (lahir – jadi anak kecil – remaja – pendidikan – kerja – nikah – punya anak – meninggal). Kehidupan itu penuh makna dan melodi yang lebih  indah dari sekedar nonton cerita orang-orang susah yang langsung sukses, semua orang bisa asal mau dan berani mendobrak.

Bagi sesama kaum Perempuan, inget yaa. Nikah bukan tujuan hidup lu, tapi bagian dari hidup. Bagian part dari dalam hidup yang berbanding dengan bagian indah lainnya, jadi bukan sesuatu yang spesial.

Yang udah jadi ibu-ibu muda bahkan nenek muda cucu satu yang baru baca ini, cukup ingat bahwa nggak ada kata terlambat untuk memulai menyelesaikan capaian diri tentang apa-apa yang belum dicoba. Semua orang berhak dan pantas. Berhak mencoba, berhak bersuara dan tentunya berhak mengukir sejarahnya sendiri.

Selamat menjadi sutradara dalam kisah sendiri nyak!

Hope God bless u epribadeh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Harga Diri Perempuan: Jadi Matre Itu Perlu, Ladies!

Memanusiakan Manusia: Buah bisa Jadi Guru Buat Lo!