Bicara Harga Diri Perempuan: Jadi Matre Itu Perlu, Ladies!

Ini cuma tulisan ringan, tapi bacanya agak berat eheehe. Makanya sekalian makan, slur!

(Paket  Sejahtera tapi bukan promosi. Dok. Pribadi/ September 2023)

Perjalanan ‘relationship’ pasti pernah dirasakan oleh setiap insan. Fitrahnya dimana kita hidup dan diciptakan untuk dapat hidup berpasang-pasangan. Ada hubungan yang berjalan dalam waktu singkat, ada juga hubungan yang bermuara hingga akad. Apalagi banyak juga hubungan yang terlanjur ambil nekad dan mati ditempat.

Mengingat tak jarang banyaknya kasus kehamilan diluar pernikahan yang turut hadir merugikan kaum Perempuan itu sendiri. Dipertegas dalam data oleh Good Mention Institute yang dikutip dalam laporan estabillity tahun 2022 menyebut angka kehamilan yang tidak diinginkan di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2019 mencapai 40 persen dari jumlah kehamilan.

Diantara banyaknya kasus merugikan tersebut, tak heran akan semakin meningkatkan kasus kemiskinan di sejumlah daerah, issue kesahatan mental, hingga penggangguran akibat ketidaksiapannya diri hingga finansial yang tidak cukup matang. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan anggapan mayoritas masyarakat bahwa pihak yang akan sangat dirugikan tentunya adalah pihak perempuan.

Lantas, apa konteks yang didapat dengan Perempuan perlu bersikap matre dalam ‘relationship’?

Konon katanya stigma “cewek matre” masih dianggap konotasi negatif oleh mayoritas masyarakat. Cewek matre erat kaitannya dengan tipe-tipe Perempuan yang serba memandang apapun dari gengsi hingga uang, harta, benda atau sederhanya si tipe materialistis.

Memang benar, segala sesuatu yang selalu dikaitkan dengan keberadaan uang membuat hidup menjadi berotak sempit dan dangkal. Segala sesuatu yang dititikberatkan pada keberadaan sebuah uang atau nilai malah akan membuat hidup terasa sulit untuk mencapai kebahagian dan ketenangan karena terus dikejar oleh ambisi pencapaian material itu sendiri. Lain hal dengan uang memang bisa membeli dan mempermudah segalanya. Namun, segalanya tak juga bisa dibeli dengan uang.

Tentunya kolerasi dengan konteks harga diri seorang Perempuan tidak jauh beda dengan diri seorang Perempuan itu sendiri.

(Bukan Iklan Pembalut, foto harga diri saya tinggi ehh lagi loncat deh.
 Dok. Pribadi/Pantai Aufuik Teluk Gurita NTT. 2023)

Secara gamblang kita mengetahui dengan jelas bahwa terdapat 4 kodrat seorang Perempuan yang tidak dapat digantikan oleh laki-laki yaitu Menstruasi (Haid), Mengandung (Hamil), Melahirkan (Nifas), dan Menyusui. Keempat kodrat tersebut tentu berkaitan erat dengan segala proses dan peran organ reproduksi yang dialami oleh seorang Perempuan.

Masa pertama seorang Perempuan adalah pada masa remaja awal ia mengalami menstruasi. Menstruasi (haid) tentu bukanlah hal yang mudah dialami, contohnya saja seperti ketidakseimbangan hormon yang dialami, mood swing yang harus dihadapi, sakit fisik yang diterima (kram, nyeri panggul, sakit perut, lemas) hingga belum lagi biaya membeli pembalut, pantyliner dan pembersih kewanitaan lainnya yang harus disiapkan.

Masa kedua seorang Perempuan adalah masa dimana mereka mengandung. Bersyukur bagi mereka para Perempuan yang bernasib bagus mengalami kehamilan melalui pasca pernikahan, dimana fisik, finansial dan mentalnya sudah siap untuk memiliki seorang anak dan mengemban penuh tugas tanggung jawab sebagai orang tua. Lantas bagaimana dengan mereka para perempuan yang mengandung tidak melalui jenjang pernikahan? Tentu akan begitu berat tekanan psikologis yang mereka rasakan, belum lagi kesiapan biaya dan finansial yang harus disiapkan untuk menjamin Kesehatan calon ibu dengan janin yang sedang dikandung.

Tidak jauh dengan masa ketiga dan keempat seorang perempuan yaitu melahirkan dan menyusui. Masa tersebut merupakan masa krusial seorang Perempuan dalam status baru menerima diri mereka sebagai seorang ibu. Tak jarang banyak juga kasus yang dialami seorang ibu pasca melahirkan seperti baby blues, depresi akut, gangguan jiwa hingga bunuh diri. Hal ini tentu menjadi gambaran beratnya beban emosional dan mental yang akan dialami seorang Perempuan pasca melahirkan, apalagi jika tidak didukung dengan dukungan finansial dan bounding penuh dari pasangan dan keluarga yang cukup.

(Cari baut aja udeh susah, belaga mau cari uang buat nafkahin anak orang tanpa kesiapan? ehehehe.
Dok. Pribadi/Lagi Bongkar Tata Masa Depan. 2022)

Oleh karena itu, secara garis besar keempat masa yang dialami oleh seorang Perempuan tentu membutuhkan modal dan biaya serta pengorbanan fisik dan mental yang sangat besar selama ia hidup dan bertumbuh sebagai kaum hawa di dunia ini.

Maka dapat ditarik benang merah, dimana harga diri seorang Perempuan terletak pada kesejahteraan Perempuan itu sendiri. Lewat dari beragam tekanan dan perubahan fisik juga mental yang akan mereka lewati dari seorang anak kecil, remaja Perempuan, seorang gadis hingga menjadi wanita dewasa. "Seorang Perempuan yang mengetahui dan menjunjung tinggi harga dirinya akan tahu dimana letak kesejahteraannya tanpa harus menjadikan dirinya rendah demi mendapatkan kesajahteraan itu".

Perempuan berlabel ‘matre’ sesungguhnya bukanlah mereka yang apapun menimbangkan segalanya dengan nilai dan uang. Namun, ‘Matre’ -nya Perempuan yang bernilai akan selalu menempatkan dirinya layak dan terhormat, serta selektif dalam memilih pasangan yang tepat demi kesejahteraan diri dan masa depannya.

(Foto Bonus Bermain bersama anak-anak Pantai Wini Perbatasan RI-RDTL. 
Dok. Pribadi/ Desemver 2022)

Intinya gitu deh, ehehehe.
Have a nice day, epribadeh!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudahkah Kamu Merasa Benar-Benar Bebas?

Memanusiakan Manusia: Buah bisa Jadi Guru Buat Lo!