Gersang





Bersengketaku pada temaram angin yang kupeluk erat lalu
Kianku merobek hingga kembali dan berkasih hingga layu
Berpuluh-puluh netra dan jemariku beranatomikan ragu
Menodai batin yang pilu hingga terperanjat oleh cuitan gelagatmu

Hidup yang tertatih pun menjebak ekstansi yang bersemayam jadi temu
Kaukira badai kemarin hanya tuba yang bergemuruh lantas rebah untuk menyapu?

Sungguh duhai

Salahnya lagi
Pertiwi pun tak sempat lalang melihat banyumas yang telak merintih sendu
Dan kemarin yang kuanonimkan untuk raib mewaktu
Hanyalah sebatas keranda untukku

Bersengketaku pada temaram angin yang kupeluk erat lalu
Kianku merobek hingga kembali dan berkasih hingga layu
Berpuluh-puluh netra dan jemariku berpatung jadi abu
Menodai batin yang pilu hingga terperanjat oleh cuitan sarkasmemu

Hidup yang tertatih pun menjebak ekstansi yang bersemayam jadi temu
Lantas siapa yang dikatakan bedebah nirwana sekarang?

Yang hitam terus tersulut oleh putih
Yang putih terus mengadu membenci kalbu

Dan kalbu mendoakan akhir prasangkamu
Untuk jiwaku yang dibakar benalu



Bab Purnama; gersang; scha

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tertipu? Kita Tidak Benar-Benar Move On.

Sudahkah Kamu Merasa Benar-Benar Bebas?

Bicara Harga Diri Perempuan: Jadi Matre Itu Perlu, Ladies!